Assalamu'alaikum Wr.Wb Selamat datang di Blog PSMS Medan..salam sada roha.Menyatukan Fans Suporter PSMS Seluruh Indonesia...Jangan ngaku anak Medan Kalau gak dukung PSMS Medan!

Selasa, 24 Juli 2012

SEJARAH STADION TELADAN MEDAN

Rp. 7 juta Harga Stadion Teladan 
 ap photo Oleh : M. Ady. dok.RESMIKAN PON: Setelah Paduka YangMulia Pemimpin Besar Revolusi Presiden Soekarno secara resmi membuka PON III di Stadion Teladan Medan 19 September 1953, beliau bertemu dengan para pelajar SD di Gubernuran Medan. Soekarno atau dikenal dengan panggilan Bung Karno, menyampaikan pesan-pesan kepada generasi tunas bangsa. Di sebelah kanan Bung Karno adalah G. B. Josua, Ketua Umum PON III Medan Stadion Teladan itu pernah menjadi kebanggaan masyarakat Medan khusunya dan penduduk Sumatera umumnya. Betapa tidak, di Stadion itulah berlangsungya Pekan Olah Raga Nasional (PON) ke III Tahun 1953. Di tempat itu pula kesebelasan kesayangan warga kota Medan Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) mengalahkan kesebelasan-kesebelasan yang datang dari luar negeri. Kesebelasan PSMS pernah dijuluki the killer. Mungkin timbul pertanyaan apa dasarnya maka kesebelasan Medan itu pernah di gelar the killer bukankah hal itu terlalu berlebihan? Menurut cerita orang-orang yang pernah menyaksikan PSMS begitu jaya di masa lalu, karena mengalahkan kesebelasan luar negeri dalam tahun 1953, 1954 dan tahun 1955. Kesebelasan luar negeri yang pernah dikalahkan oleh PSMS itu adalah : PSMS lawan Gag Graz 3-0. Lawan Kalmar 3-1. Lawan Kawloon Motorbus 5-2. Lawan Star Soccerites 4-0. PSMS kalah 2-4 lawan Kas. Grashoppers Kesebelasan tangguh dari Eropah. Begitupun PSMS berhasil membobolkan gawang kiper Kunz kiper terbaik di dunia waktu itu dengan 2 gol. Semua itu tinggal menjadi kenangan indah, dengan harapan PSMS sekarang dapat mengembalikan kejayaan masa lalu. Kalau di masa lalu Masyarakat Medan bangga dengan kesebelasannya juga bangga dengan Stadion Teladan yang dibangun tahun 1952 dalam rangka persiapan menghadapi PON III yang dilangsungkan bulan September 1953. Menurut catatan batu pertama pembangunan Stadion Teladan itu diletakkan pada 17 Agustus 1952 oleh Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim. Lokasi Stadion Teladan itu atas tanah yang cukup luas. Selain Stadion, di tempat itu juga direncanakan dibangun sarana olahraga lainnya, seperti lapangan tennis, volley, bola keranjang, bulu tangkis dan lain-lainnya. Sayang sampai berakhir PON III tidak satupun sarana olahraga yang dapat dibangun, karena keterbatasan dana dan tanah yang kosong di sekitar Stadion Teladan itu digarap oleh penduduk. Mungkin pembaca merasa aneh kalau dikatakan harga Stadion Teladan Rp. 7.000.000,- yang dimaksud harga dalam hal ini adalah biaya yang digunakan untuk membangun Stadion Teladan tahun 1952, Rp. 7.000.000,-Jumlah tersebut telah termasuk biaya penyelenggaraan PON III yang harus menampung sekitar 2.320 orang atlet yang datang dari seluruh Indonesia. Stadion Teladan Medan berkapasitas 30.000-an orang. Di waktu itu belum ada dana yang dikucurkan dari APBD. Panitia Besar PON III harus mencari dana untuk mensukseskan penyelenggaraan PON dengan berbagai cara. Diantaranya mengadakan Pasar Malam di Lapangan Merdeka Medan. Mengadakan berbagai primer film-film unggulan di bioskop-bioskop di Medan. Mengadakan berbagai kegiatan lainnya yang didukung oleh pemerintah. Berbeda dengan masa sekarang, atlet-atlet PON di tampung di hotel-hotel berbintang, diberangkatkan dengan pesawat-pesawat terbang. Di masa lalu atlet-atlet PON seperti PON III di Medan ditampung di sekolah-sekolah dan asrama-asrama, dengan menggunakan velbed. Kontingen-kontingen PON yang diberangkatkan ke satu daerah, tempat berlangsungnya PON dengan menggunakan kapal laut. Tempatnya bukan di klas, tetapi di atas palka yang ditutup dengan terpal. Siang berpanas, malam berhujan. Begitupun prestasi-prestasi yang dicapai oleh atlet PON senantiasa menggembirakan. Walau berhari-hari di atas kapal, mereka tetap melakukan "latihan kering". Sesuai dengan jadwal cabang olahraga masing-masing. Membalik-balik buku olahraga baik yang ditulis baik oleh Sorip Harapan maupun Muhammad TWH, tahulah kita ketika PON II 1951 di Jakarta ditutup, diputuskan bahwa PON III dilangsungkan di Medan. Berarti Panitia PON memikul tugas yang amat berat. Bagimana tidak, untuk menyelenggarkan PON III 1953 di Medan, Stadion belum ada. Ketrika itu baru ada Stadion Kebun Bunga peninggalan Belanda. Stadion Kebun Bunga, sama sekali tidak memenuhi syarat untuk tempat berlangsung pembukaan, penutupan dan pertandingan sepak bola untuk menampung penonton dalam jumlah yang lebih besar. Untuk melaksanakan Pekan Olahraga Nasional ke III di Medan pada 24 Januari 1952 dilantiklah ke Panitia Besar PON III yang diketahui oleh G. B. Josua, Kepala Dinas P & K Sumatera Utara. G. B. Jusoa adalah seorang tokoh pendidik dan mempunyai sikap tegas tapi bertanggung jawab. G. B. Josua menyatakan bertanggung Jawab atas beban tugas yang cukup berat dengan segala konsekwensinya. Pernyataan G. B. Josua ini dibuktikan dengan dilangsungkannya perletakan batu pertama Stadion Teladan di Jalan Singamangraja itu. Hasil kerja keras Panitia Besar PON III, Stadion Teladan yang kini telah berusia lebih 59 tahun, siap dibangun dalam waktu 8 bulan, sebulan sebelum PON III dilangsungkan. Kini Stadion Teladan telah dimakan usia tua. Memang sudah beberapa kali direhap, karena tidak memenuhi syarat untuk dilangsungkan pertandingan, tetapi wajah Stadion yang pernah menjadi kebanggan warga kota Medan masih belum berubah. Kenapa sekarang kita tidak bisa membangun sebuah stadion yang cukup megah dengan menampung penonton dalam jumlah yang lebih besar? Hendaknya Stadion Teladan yang dibangun dengan Rp. 7.000.000,- dirombak atau dibangun di tempat lain yang dapat dibanggakan dan diwariskan kepada generasi yang akan datang. Orang mungkin bertanya, kenapa daerah-daerah lain dapat membangun sarana olahraga yang begitu mentreng, padahal di masa yang akan datang yaitu tahun 2020, di Medan akan dilangsungkan Pekan Olah raga Nasional. Satu-satunya sarana olahraga yang tidak memerlukan perbaikan dalam mengahadapi PON III adalah kolam renang di Jalan Singamanga raja Medan. Kolam renang Medanshe Zweverenigning ini adalah peninggalan Belanda. Di tempat ini dilangsungkan pertandingan renang, loncat indah dan pertandingan poloair. Di kolam inilah untuk pertama kali Habib Nasution memperlihatkan keperkasaannya merebut tiga mendali emas, masing-masing dalam nomor 100 meter gaya bebas, 400 meter juga gaya bebas dan 1500 meter juga dalam gaya bebas. Di atas sentelban Stadion Teladan, atlet Dasuki merebut medali emas dalam nomor dasa lomba lari 100 meter, atlet Anwar merebut medali emas dalam nomor 10.000 meter, sedangkan satu medali emas lagi dalam nomor 4 x 100 meter. Dalam PON III Medan, Sumut hanya mengikuti 8 cabang olahraga berhasil merebut 9 medali emas, 7 perak dan 2 perunggu dalam urut-urutan klasmen waktu itu, Sumut menduduki tempat ke 4, sedangkan posisi Sumut dalam PON ke IV di Makassar berada pada posisi ke V. Bicara mengenai Stadion Teladan yang dibangun dengan biaya Rp. 7.000.000,-
itu ada satu peristiwa yang tidak boleh dilewatkan. Ketika dilangsungkan PON III di Medan, para wartawan Medan memboikot dan tidak memberitakan sepatah beritapun mengenai kegiatan PON III itu. Pemboikotan atau "black out" berita PON III akibatnya masyakat tidak mengetahui hasil PON selama 3 hari. Masyarakat sama sekali tidak mengetahui hasil yang dicapai oleh atlet dalam PON III itu. Bahkan bulletin PON III sendiri tidak memberitakan mengenai kegiatan PON. Hal ini tidak lain karena penyelenggara penerbitan bulletin PON III adalah juga seluruhnya para wartawan,k kebetulan juga yang menjadi Humas PON adalah juga wartawan. Sebab terjadi pembekotan atau black out terhadap berita PON III sederhana saja. Ketika para wartawan Medan hendak masuk untuk meliputi kegiatan olahraga di Stadion Teladan, di pintu masuk itu berdiri Bapak G. B. Josua ketua Umum Panitia Besar PON III. Rupanya ada ucapan G. B. Josua yang sangat menyinggung perasaan wartawan. Wartawan merasakan diperlakukan secara tidak baik di pintu masuk. Setelah tiga hari tidak ada pemberitaan, diambil initiatif untuk dicari penyelesaian. Akhirnya G. B. Josua yang dikenal sikapnya tegas sebagai pendidik, meminta maaf kepada PWI Medan dan kepada para wartawan Medan yang meliputi PON III. Sesudah itu pemberitaan mengenai PON III ramai lagi di surat-surat kabar Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar